Nama : Intan Permata Sari
Kelas : 2EB22
NPM : 23210568
Politik
lumpur musim intrik
Musim semi di Eropa sudah dimulai sejak tanggal 21 Maret yang lalu, tapi salju masih turun dari langit melayang terbang bagai kapas putih beku, apa ini juga suatu tanda perubahan cuaca?
Suhu politik dunia juga selalu meriang, antara panas dan dingin. Perang dingin antara blok Barat dan Timur sudah selesai katanya, yang sekarang lagi hot adalah perang bisnis akibat kepentingan modal globalis. Antara modal model klasik (dari Barat) dan pemain baru seperti India dan China.
Bisa kita lihat jelas via simbol dari dunia politik bahwa ada kepentingan besar dari “kapital-finansial” Eropa ke negeri China, khususnya buat Belanda, misalnya bisa dilihat dari tema acara di taman bunga Keukenhof, tahun ini bercorak “China”, yang telah diresmikan oleh putra mahkota kerajaan Belanda. Ada susunan bunga tulip berbentuk naga raksasa, sebagai lambang dari kekuatan ekonomi China.
Pentingnya umbul-umbul politik dagang sudah jadi patokan umum dalam tata cara bergaul di dunia bisnis globalis. Kepentingan menghalalkan segala cara. Apalagi jika melihat gaya politik Indonesia, yang jauh dari tempat tinggal saya ini, seperti nonton film episode politik opera sabun. Salah satu contoh yang masih aktual sampai saat ini adalah masalah lumpur panas di desa Porong, Sidoardjo.
Dengan segala macam cara, diarahkanlah agar skenarionya berpihak pada pemilik modal dan membebankan biaya kerusakan lingkungan alam pada negara. Kita baca di media cetak sudah ada komentar dari intelektual tak punya hati nurani, yang berpihak pada kemauan pemodal.
Maka bicaralah sang ahli merekonstruksi bukti-bukti nyata, tapi kita semua mustinya sudah tahu secara logika, bahwa lumpur panas itu muncrat keluar akibat tanahnya di bor dalam rangka mencari minyak bumi.
Jadi dongeng bencana alam itu dikarang dari hasil mengutak-atik dunia gaib bin khayalan, jadi sejenis “dongeng yang dilogiskan”. Ini adalah dosa berat politik yang dihalalkan uang sogokan.
Apakah ini dosa turunan? Keturunan Orba sampai hari ini masih berkuasa. Politik hanya sebagai alat dari kekuasaan modal dan senjata. Rakyat digiring ke kandang “Reformasi”, lalu diberi sejenis permen manis bergula sintetis, yang efeknya membius pemikiran kritis, dan yang paling celaka “kolapsnya gerakan 98” banyak yang nongkrong sembari bengong di dalam kendaraan politik dagang sapi ala Indonesia.
Dalam keadaan khaos berantakan itu kita bisa jadi bingung jika tak punya pedoman dalam melawan ide pembodohan dari para makelar politik, yang memang kerjanya cuma mau ambil untung dalam situasi sulit.
Menghadapi para agen-agen modal asing yang rakus itu kita harus tegas dan berani memerangi budaya korupsi secara sejati. Bukan dengan cara tebang pilih dan negosiasi setengah hati, yang akhirnya makan nasi basi. Dirayu uang sogokan bikin orang labil jadi debil dan tengil, lalu dipopulerkanlah model korupsi berjamaah?
Apakah model ekonomi yang diajarkan oleh Amerika kepada muridnya (mafia Berkeley) hanya menghasilkan turunan yang seperti meniru kelakuan si rajatega? Menggarong habis-habisan isi kekayaan alam Indonesia dan memperkosa hak asasi manusia.
Setelah 32 tahun mendukung rezim Orba maka jaringan mafia Berkeley sudah mengakar terlalu dalam, membelit di jaringan birokrasi, dan menyuburkan budaya korupsi.
Lemahnya aparat pemerintah mengawasi pundi-pundi negara itu adalah cermin dari kegagalan total dalam suatu pemerintahan, tak bisa menangkap tikus berpesta pora di lumbung padi, tak mampu menepati seribu janji bulan madu Pemilu.
Janganlah pernah berhenti dalam membereskan yang salah, semangat harus tetap dijaga, supaya jangan lagi bencana politik terjadi. Tragedi Trisakti atau hura-hura politik berdarah lengsernya jendral Soeharto sudah berumur hampir 10 tahun, tapi banyak perkara yang tak bisa diselesaikan sampai hari ini, terlalu banyak ranjau politik dipasang oleh para pengikut kerajaan Cendana, terlalu banyak penjilat baru bermunculan untuk menambah barisan para pengkhianat bangsa pemuja uang setan. Jurang antara si super kaya dan si fakir miskin bisa dilihat di dalam daftar nama jutawan Indonesia. Apa anda sadar bahwa kemiskinan itu artinya adalah ketidakadilan sosial yang merajalela.
Jangan kaget jika di akar rumput terpercik api pemikiran radikal, disebabkan oleh kemelaratan rakyat pinggiran secara struktural, maka sel-sel otak manusia lapar jadi sangar. Siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan memerangi kemiskinan? Rakyat tidak menunggu perintah dari langit untuk melawan kelaparan dirinya dan keluarganya.
Seperti contoh kasus “krakers” menduduki rumah atau gedung kosong di kota Amsterdam. Kasus ini muncul di kalangan muda yang kecewa terhadap penguasa yang tak sanggup menangani masalah kelangkaan rumah murah. Gerakan kaum termajinalkan ini digelari nama “grup otonom”.
Banyak aktivis dari kalangan muda sayap kiri di Eropa berasal dari “grup otonom”, di sanalah mereka belajar politik dan mempraktikannya dalam kehidupan “masyarakat krakers”. Susah juga untuk mencari sinonim kata ”krakers” di dalam bahasa kita, mungkin bisa dibilang sejenis “gerilya kota” yang anti penindasan, kerjanya antara lain menduduki rumah atau gedung kosong yang telah bertahun-tahun tak berpenghuni (akibat spekulasi bisnis).
Semboyannya “krakers” sederhana saja: kosong musti di isi. Karena faktanya banyak gelandangan berkeliaran di jalanan. Inilah contoh yang terjadi di Amsterdam, bahwa gerakan “grup otonom” didukung juga oleh partai berhaluan kiri dan LSM progresip.
Salah satu partai berhaluan kiri Belanda namanya Socialistische Partij (SP), dipimpin oleh Jan Marijnissen (lahir di kota Oss, 8 Oktober 1952). SP membantu rakyat dengan pratik kerja nyata. Sehingga mendapat simpati berat dari rakyat, bisa dibuktikan pada tahun 1994 SP punya 2 kursi di dalam Tweede Kamer (Dewan Perwakilan Rakyat Belanda), tahun 2008 ini SP punya 25 kursi! Jumlah dari korsi yang ada di Tweede Kamer 150. berarti 1 dari 6 orang Belanda mewakilkan suaranya pada SP.
Sejak tahun 1994 SP setia sebagai oposisi di parlemen yang praktiknya langsung memihak pada kepentingan rakyat banyak, dalam debat politik di gedung Tweede Kamer SP selalu maju ke depan mengkritisi jalanannya pemerintahan.
Yang patut diamati di SP adanya solidaritas buat kepentingan partai, gaji dari anggauta SP yang jadi wakil rakyat itu datangnya dari partai.
Mekanisme begini, si wakil rakyat mendapat gaji resmi dari pemerintah, lalu gajinya disetorkan kepada partai, kemudian partai menggaji mereka (setelah dipotong untuk kas partai).
Pernah terjadi kasus pembangkangan seorang anggauta SP yang menolak menyetorkan gaji resminya kepada partai, dan akibatnya anggauta partai itu dipecat, karena perjuangan politik untuk rakyat perlu dana, maka dituntut secara disiplin: kepentingan partai di atas segala-galanya.
Jadi musti ada kekuatan dari bawah yang progresip dan memihak pada rakyat miskin. Tanpa adanya niat jujur untuk membela kepentingan orang yang lemah, maka sia-sialah bergaya sebagai wakil rakyat yang aslinya hanya mementingkan kepentingan pribadi dan memanipulasi kepercayaan para pemilihnya.
sumber : http://nasional.kompas.com/read/2009/01/24/2212120/politik.lumpur.musim.intrik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar